Selasa, 17 Maret 2015

Kegiatan Operasional Bank

Kegiatan Operasional Bank

Kegiatan operasional bank adalah :

1.            menerima simpanan
2.            memberikan kredit jangka pendek
3.            memberikan kredit jangka menengah dan kredit jangka panjang dan / atau turut serta dalam perusahaan
4.            memindahkan uang
5.            menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran
6.            mendiskonto
7.            membeli dan meminjam surat-surat pinjaman
8.            membeli dan menjual cek, surat wesel, kertas dagang yang lain dan pembayaran dengan surat dan telegram
9.            memberikan jaminan bank dengan tanggungan yang cukup
10.          menyewakan tempat menyimpan barang-barang berharga

Undang-undang perbankan tahun 1992 hanya membedakan dua macam bank, yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat. Menurut undang-undang perbankan tahun 1992, kegiatan usaha BPR meliputi :
1.            menghimpun dana dari masyarakat
2.            memberikan kredit, dan
3.            menyediakan pembiayaan bagi para nasabahnya dengan menggunakan sistem bagi hasil.

Tugas Dan Fungsi Bank


Tugas Bank

A. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter

1. Menetapkan sasaran monter dengan memperhatikan laju inflasi yang ditetapkannya.
2. Melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara termasuk tetapi tidak terbatas           pada :- Operasi pasar terbuka di pasar uang, baik rupiah maupun valuta asing
- Penetapan tingkat diskonto
- Penetapan cadangan wajib minimum dan
- Pengaturan kredit dan pembiayaan


B. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran


1. Melaksanakan dan memberikan persetujuan dan izin atas jasa sisa pembayaran
2. Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya
3. Menetapkan penggunaan alat pembayaran

C. Mengatur dan mengawasi bank
 
Fungsi Bank

Penghimpun dana Untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana maka bank memiliki beberapa sumber yang secara garis besar ada tiga sumber, yaitu:
 
1. Dana yang bersumber dari bank sendiri yang berupa setoran modal waktu pendirian.
2. Dana yang berasal dari masyarakat luas yang dikumpulkan melalui usaha perbankan seperti usaha simpanan giro, deposito dan tabanas.
3. Dana yang bersumber dari Lembaga Keuangan yang diperoleh dari pinjaman dana yang berupa Kredit Likuiditas dan Call Money (dana yang sewaktu-waktu dapat ditarik oleh bank yang meminjam)
 
Penyalur/pemberi Kredit Bank dalam kegiatannya tidak hanya menyimpan dana yang diperoleh, akan tetapi untuk pemanfaatannya bank menyalurkan kembali dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang memerlukan dana segar untuk usaha. Tentunya dalam pelaksanaan fungsi ini diharapkan bank akan mendapatkan sumber pendapatan berupa bagi hasil atau dalam bentuk pengenaan bunga kredit. Pemberian kredit akan menimbulkan resiko, oleh sebab itu pemberiannya harus benar-benar teliti dan memenuhi persyaratan. Mungkin Anda pernah mendengar beberapa bank dilikuidasi atau dibekukan usahanya, salah satu penyebabnya adalah karena banyak kredit yang bermasalah atau macet.

Penyalur dana-dana yang terkumpul oleh bank disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga, penyertaan, pemilikan harta tetap.
Pelayan Jasa Bank dalam mengemban tugas sebagai “pelayan lalu-lintas pembayaran uang” melakukan berbagai aktivitas kegiatan antara lain pengiriman uang, inkaso, cek wisata, kartu kredit dan pelayanan lainnya.

Adapun secara spesifik bank bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of 
develovment dan agen of services.

1. Agent Of Trust
Yaitu lembaga yang landasannya kepercayaan. Dasar utama kegiatan perbankkan adalah kepercayaan ( trust ), baik dalam penghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menyimpan dana dananya di bank apabila dilandasi kepercayaan. Dalam fungsi ini akan di bangun kepercayaan baik dari pihak penyimpan dana maupun dari pihak bank dan kepercayaan ini akan terus berlanjut kepada pihak debitor. Kepercayaan ini penting dibangun karena dalam keadaan ini semua pihak ingin merasa diuntungkan untuk baik dari segi penyimpangan dana, penampung dana maupun penerima penyaluran dana tersebut.

2. Agent Of Development
Yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Kegiatan bank berupa penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi , distribusi dan konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.

3. Agent Of Services
Yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Disamping melakukan kegiatan penghimpun dan penyalur dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakan. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum.

Klasifikasi Bank


Klasifikasi Bank

Bank diklasifikasi berdasarkan berbagai macam perspektif, yaitu:
1. Segi fungsinya,
2. Segi kepemilikannya,
3. Segi status,
4. Segi penentuan harganya. Berdasarkan segi fungsinya, bank diklasifikasi menjadi:
 
1. Bank umum (komersial + syariah): bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberi-kan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
 
2. BPR: bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasar-kan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
 
Berdasarkan segi kepemilikannya, bank diklasifikasi menjadi:
 
1. Bank Pemerintah: bank yang sebagian besar modalnya dimiliki oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah;
 
2. Bank swasta nasional: bank yang seba-gian besar modalnya dimiliki oleh swasta nasional Indonesia;
 
3. Bank koperasi: bank yang sebagian besar atau seluruh modalnya dimiliki oleh perusahaan berbadan hukum koperasi;
 
4. Bank asing: bank yang sebagian besar atau seluruh modalnya dimiliki oleh asing, baik swasta maupun pemerintah asing.
 
5. Bank campuran: bank yang modalnya dimiliki swasta nasional Indonesia dan asing, dan pada umumnya sebagian besar sahamnya dimiliki oleh swasta Indonesia.
 
Berdasarkan segi statusnya, bank diklasifikasi menjadi :
 
1. Bank devisa: bank yang melaksanakan transaksi luar negeri atau transaksinya berhubungan dengan valas.
 
2. Bank nondevisa: bank yang tidak diperbolehkan melakukan transaksi dengan luar negeri atau berkaitan dengan valas.
 
Berdasarkan segi cara menentukan harga, bank diklasifikasi menjadi :
 
1. Bank konvensional: bank yang dalam menentukan harganya menetapkan suatu tingkat bunga tertentu, baik untuk dana yang dikumpulkan maupun disalurkan.
 
2. Bank syariah: bank yang penentuan harganya tidak menetapkan suatu tingkat bunga tertentu tetapi didasarkan pada prinsip-prinsip syariah.
 
Pengklasifikasian bank ini tidak dapat secara kaku diterapkan saat ini, mengingat fenomena kepemilikan bank di Indonesia pasca krisis ekonomi 1998 sangat rumit.

Pengertian Bank


Pengertian Bank

     Berdasarkan UU No. 14/1967 pada pasal 1 tentang pokok pokok perbankan bahwa pengertian bank adalah "Lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang". Kemudian, pada Undang Undang yang sama dijelaskan tentang badan keuangan bahwa badan keuangan adalah "Semua badan yang melalui kegiatan-kegiatannya di bidang keuangan, menarik uang dan menyalurkannya ke dalam masyarakat".

Menurut Buku Kelembagaan Perbankan oleh Dr.Thomas Suyatno dkk, bahwa pengertian bank dapat dilihat pada tiga sisi yaitu bank sebagai penerima kredit (banks as loan recipients), bank sebagai pemberi kredit (bank as a creditor) dan terakhir bank sebagai pemberi kredit bagi masyarakat (bank as a lender for the community) melalui sumber yang berasal dari modal sendiri, simpanan/tabungan masyarakat maupun melalui penciptaan uang bank (bank money creation). 

Pengertian pertama bank menurut buku ini bahwa bank menerima uang serta dana dana lainnya dari masyarakat dalam bentuk simpanan, atau tabungan biasa yang dapat diminta/diambil kembali setiap saat; dalam bentuk deposito berjangka (in time deposits), yang merupakan tabungan atau simpanan yang penarikannya kembali hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu yang ditentukan habis (dapat diperpanjang secara otomatis menggunakan sistem ARO. ;dalam bentuk simpanan dalam rekening koran/giro atas nama penyimpan giro yang hanya dapat ditarik menggunakan cek,giro, bilyet, atau perintah tertulis kepada bank. Pengertian pertama bank dari buku Kelembagaan perbankan ini mencerminkan bahwa bank melaksanakan operasi perkreditan secara pasif dengan menghimpun uang dari pihak ketiga.

Pengertian kedua bank sebagai pemberi kredit menjelaskan tentang bank sebagai pelaksana aktif operasi perkreditan. Hal ini didasari oleh pernyataan Bapak Mac Leod bahwa "Bank is a shop for the sale of credit" dan pernyataan R.G. Hawtreytentang bank bahwa "Banking are merely dealers in credit / Perbankan hanyalah dealer kredit".
Pengertian ketiga tentang bank bahwa sebagai pemberi kredit bagi masyarakat melalui sumber dari modal sendiri, simpanan ataupun tabungan masyarakat maupun melalui penciptaan uang bank. Hal ini sesuai dengan pernyataan bapak G.M. Verryn Stuart dalam bukunya pada subbab 1.1 "Pengertian Bank dan Lembaga Keuangan".

Pengertian Bank oleh Bapak Jerry M. Rosenberg (1982:44)  dalam buku karangannya Dictionary of Banking and Finance bahwa pengertian bank adalah "Bank is an organization (Bank adalah sebuah organisasi), normally a corporation (Biasanya merupakan perusahaan), chartered by the state or federal government (Disewa atau bekerja sama dengan pemerintah), the principal functions of which are: (a) to receive demand and time deposits (untuk menerima giro dan deposito berjangka), honor instruments drawn against them, and pay interest on them as permitted by law (membayar bunga pada mereka sebagaimana diizinkan oleh hukum), (b) to discount notes (Membuat catatan diskon), make loans (Memberikan pinjaman), and invest in goverment or other securities (berinvestasi dalam pemerintahan atau surat berharga lainnya), (c) to collect checks, draft, notes (d) to issues drafts and cashier's checks, (e) to certify depositor's checks, and (f) when authorized by a chartering government, to act in a fiduciary capacity". (Pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda).

Untuk membedakan bank dengan  lembaga nonbank lainnya dapat dilihat dari asas yang dimiliki: Bank memiliki asas kepercayaan (fiduciary), asas kerahasiaan (confidentiality) dan asas kehati hatian (prudentiality). Dapat pula dilihat dari rumusan undang undang yang ada seperti pada UU No.7 / 1992 pada pasal 16 tentang izin perbankan, UU No.5/1986 (Suhardi, 2003).


Selasa, 20 Januari 2015

Dokumen Yang Digunakan oleh Siklus Pengeluaran

Dokumen  Yang Digunakan oleh Siklus Pengeluaran

Dokumen yang digunakan dalam siklus ini adalah:
Jenis Transaksi
Dokumen yang Digunakan
Pembelian Kredit
Permintaan Pembelian
Pesanan Pembelian
Laporan Penerimaan Barang
Voucher
Pengeluaran Kas
Check
Retur Pembelian
Memo Debit
Gambar Dokumen

1. Permintaan Pembelian

2. Pesanan Pembelian

3. Laporan Penerimaan Barang

4. Voucher

5. Check

6. Memo Debit



SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU (JUST IN TIME-JIT)


SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU
(JUST IN TIME-JIT) 


A. Pengertian Just In Time (JIT)

     Sistem produksi tepat waktu (Just In Time) adalah sistem produksi atau sistem manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang yang pada prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta sejumlah yang diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh konsumen.


     Konsep just in time adalah suatu konsep dimana bahan baku yang digunakan untuk aktivitas produksi didatangkan dari pemasok atau suplier tepat pada waktu bahan itu dibutuhkan oleh proses produksi , sehingga akan sangat menghemat bahkan meniadakan biaya persediaan barang / penyimpanan barang / stocking cost.

    Just In Time (JIT) adalah filofosi manufakturing untuk menghilangkan pemborosan waktu dalam total prosesnya mulai dari proses pembelian sampai proses distribusi. Fujio Cho dari Toyota mendefinisikan pemborosan (waste) sebagai: " Segala sesuatu yang berlebih, di luar kebutuhan minimum atas peralatan, bahan, komponen, tempat dan waktu kerja yang mutlak diperlukan untuk proses nilai tambah suatu produk. Kemudian diperoleh rumusan yang lebih sederhana, pengertian pemborosan: " Kalau sesuatu tidak memberi nilai tambah itulah pemborosan.

7 (tujuh) jenis pemborosan disebabkan karena:

- Over produksi
- Waktu menunggu
- Transportasi
- Pemrosesan
- Tingkat persediaan barang
- Gerak
- Cacat Produksi

B. Konsep Dasar Just In Time 

Konsep dasar JIT adalah sistem produksi Toyota, yaitu suatu metode untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat adanya gangguan dan perubahan permintaan, dengan cara membuat semua proses dapat menghasilkan produk ynag diperlukan, pada waktu yang diperlukan dan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan.
Dalam sistem pengendalian produksi yang biasa, syarat di atas dipenuhi dengan mengeluarkan berbagai jadwal produksi pada semua proses, baik itu pada proses manufaktur suku cadang maupun pada lini rakit akhir. Proses manufaktur suku cadang menghasilkan suku cadang yang sesuai dengan jadwal, dengan menggunakan sistem dorong, artinya proses sebelumnya memasok suku cadang pada proses berikutnya.

Terdapat empat konsep pokok yang harus dipenuhi dalam melaksanakan Just In Time (JIT):

1.                   Produksi Just In Time (JIT), adalah memproduksi apa yang dibutuhkan hanya pada saat dibutuhkan  dan dalam jumlah yang diperlukan.
2.                  Autonomasi merupaka suatu unit pengendalian cacat secara otomatis yang tidak memungkinkan unit cacat mengalir ke proses berikutnya.
3.                  Tenaga kerja fleksibel, maksudnya adalah mengubah-ubah jumlah pekerja sesuai dengan fluktuasi permintaan.
4.                  Berpikir kreatif dan menampung saran-saran karyawan.

Guna mencapai empat konsep ini maka diterapkan sistem dan metode sebagai berikut:
·   Sistem kanban untuk mempertahankan produksi Just In Time (JIT).
·   Metode pelancaran produksi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan permintaan.
·  Penyingkatan waktu penyiapan untuk mengurangi waktu pesanan produksi.
·  Tata letak proses dan pekerja fungsi ganda untuk konsep tenaga kerja yang fleksibel.
·  Aktivitas perbaikan lewat kelompok kecil dan sistem saran untuk meningkatkan moril tenaga kerja.
·  Sistem manajemen fungsional untuk mempromosikan pengendalian mutu ke seluruh bagian perusahaan.

C. Elemen-elemen Just In Time

·                     Pengurangan waktu set up
·                     Aliran produksi lancar (layout)
·                     Produksi tanpa kerusakan mesin
·                     Produksi tanpa cacat
·                     Peranan operator
·                     Hubungan yang harmonis dengan pemasok
·                     Penjadwalan produksi stabil dan terkendali
·                     Sistem kanban 
Pengurangan waktu set up dan ukuran lot

a. Pemilihan kegiatan set up
  
  Kegiatan set up bisa dipilih menjadi :

1.                   Kegiatan eksternal set up: Persiapan cetakan dan alat bantu, pemindahan cetakan dll.

2.                  Kegiatan internal set up: Bongkar pasang pada mesin, penyetelan mesin dll.

b. Langkah mengurangi waktu set up:

1.                   Memisahkan pekerjaan set up yang harus diselesaikan selagi mesin berhenti (internal set up) terhadap pekerjaan yang dapat dikerjakan selagi mesin beroprasi (eksternal set up).

2.                  Mengurangi internal set up dengan mengerjakan lebih banyak eksternal set up, contohnya: Persiapan cetakan, pemindahan cetakan, peralatan dll.

3.                  Mengurangi internal set up dengan mengurangi kegiatan penyesuaian (adjustment), menyederhanakan alat bantu dan kegiatan bongkar pasang, menambah personil pembantu dll.

4.                  Mengurangi total waktu untuk seluruh pekerjaan set up, baik internal maupun eksternal.

Contoh:

·  Jika set up mesin lamanya 1 jam (60 menit), bisa disingkat menjadi 6 menit. Andaikata lot yang harus dibuat banyaknya 3000 buah yang setiap unitnya memakan waktu 1 menit, maka waktu produksinya =1 jam + (3000 x 1 menit)= 3060 menit= 51 jam.

· Setelan waktu set up dikurangi menjadi 6 menit, maka waktu produksinya menjadi= 6 menit + (3000 x 1 menit)= 3006 menit.

· Namun, dengan waktu yang sama (3060 menit) dapat dibuat lot sebanyak 300 buah dari berbagai jenis yang diulang  sebanyak 10 kali, yaitu: (6 menit + (300 x 1 menit) x 10= 3060 menit= 51 jam.

· Hal ini berarti sistem produksi lebih tanggap terhadap perubahan. 

Aliran produksi lancar (layout)

a. Pemborosan yang berkaitan dengan proses Layout
    Pada layout proses ditemukan berbagai pemborosan, yaitu:
1.                   Kesulitan koordinasi dan jadwal produksi
2.                  Pemborosan transportasi dan material handling 
3.                  Akumulasi persediaan dalam proses
4.                  Penanganan material berganda bahkan beberapa kali
5.                   Lead time produksi yang sangat panjang 
6.                  Kesulitan mengenali penyebab cacat produksi
7.                   Arus material dan prosedur kerja sulit dibakukan 
8.                  Sulitnya perbaikan kerja karena tidak ada standardisasi
b. Menuju ke Product Layout
c. Aliran produksi

· Proses layout. Waktu simpan komponen lama, tingkat persediaan tinggi dan prioritas kerja sulit ditentukan.

· Ketidakseimbangan jalur. Jika proses tidak terkoordinir maka komponen akan terakumulasi sebagai persediaan dan pengaturan kerja akan sulit dilakukan 

· Set up/ penggantian alat yang makan waktu. Persediaan komponen akan menumpuk, sementara proses berikutnya akan tertunda

· Kerusakan dan gangguan mesin. Jalur akan berhenti dan akan terjadi penumpukan barang dalam proses

· Masalah kualitas. Kalau cacat produksi ditemukan, maka proses selanjutnya akan berhenti dan persediaan akan menumpuk

· Absensi. Jika seorang operator ada yang berhalangan kerja dan penggantinya sulit ditemukan, maka jalur produksi akan terhenti.

Produksi tanpa kerusakan mesin

a. Preventive Maintenance
1.                   Pendekatan untuk mencegah kerusakan dan gangguan mesin 
2.                  Faktor penyebab gangguan mesin
3.                  Gangguan mesin dan penanggulannya
b. Total Productive Maintenance
1.                   Belajar bagaimana melakukan pemeliharaan rutin mesin, misalnya: Pelumasan, pengencangan baut dan sebagainya. Guna mencegah penurunan daya kerja mesin
2.                  Melaksanakan petunjuk penggunaan mesin secara wajar
3.                  Mengembangkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap tanda-tanda awal penurunan kemampuan mesin, dengan melakukan perawatan yang mudah, pembersihan, penyetelan dll
Sementara karyawan bagian pemeliharaan, bisa melakukan antara lain:
1.                   Membantu operator produksi mempelajari kegiatan perawatan yang dapat dilakukan sendiri
2.                  Memperbaiki penurunan kemampuan peralatan melalui inspeksi berkala, bongkar pasang dan penyesuaian/penyetelan kembali
3.                  Menentukan kelemahan dalam rancang bangun mesin, merencanakan dan melakukan tindakan perbaikan, menentukan kondisi wajar operasi mesin
4.                  Membantu operator menaikkan kemampuan perawatan dll


Material Requirement Planning (MRP)

Material Requirement Planning (MRP) 


     Material Requirement Planning (MRP) merupakan suatu teknik atau prosedur logis untuk menterjemahkan Jadwal Produksi Induk (JPI) dari barang jadi atau end item menjadi kebutuhan bersih untuk beberapa komponen yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan JPI. MRP ini digunakan untuk menentukan jumlah dari kebutuhan material untuk mendukung Jadwal Produksi Induk dan kapan kebutuhan material tersebut dijadwalkan. (Orlicky,et al., 1994).

     Material Requirement Planning (MRP) merupakan sistem informasi berbasis komputer yang didisain untuk memesan dan menjadwalkan permintaan (raw material, komponen dan sub assemblies) dengan cara yang terkoordinasi.(Oden,et al., 1998)

     Material Requirement Planning (MRP) merupakan aktivitas perencanaan material untuk Seluruh komponen dan raw material (bahan baku) yang dibutuhkan sesuai dengan Jadwal Produksi Induk (JPI) yang sama halnya dengan demand / permintaan per komponen (John A. White, et al., 1987).

     Perencanaan MRP ini mencakup semua kebutuhan akan semua komponen MRP yaitu kebutuhan material, dimana terdapat dua fungsi dengan diterapkannya MRP yaitu Pengendalian persediaan dan Penjadualan produksi. Sedangkan tujuan dari MRP itu sendiri adalah untuk menentukan kebutuhan sekaligus untuk mendukung jadwal produksi induk, mengendalikan persediaan, menjadwalkan produksi, menjaga jadwal valid dan up-to date, serta secara khusus berguna dalam lingkungan manufaktur yang kompleks dan tidak pasti.

Ada empat tahap dalam proses perencanaan kebutuhan material, tahapan tersebut adalah sebagai berikut :

  • Netting (Perhitungan kebutuhan bersih)

Netting adalah proses perhitungan kebutuhan bersih yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor denagan keadaan persediaan.


  • Lotting (Penentuan ukuran pemesanan)
Lotting adalah menentukan besarnya pesanan setiap individu berdasarkan pada hasil perhitungan netting.


  • Offsetting (Penetapan besarnya waktu ancang-ancang)
Offsetting bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melaksanakan rencana pemesanan dalam memenuhi kebutuhan bersih yang diinginkan lead time.


  • Exploding (Perhitungan selanjutnya untuk level di bawahnya)
Exploding adalah proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat level dibawahnya, berdasarkan pada rencana pemesanan.



Dengan MRP ini, kita akan mendapatkan informasi mengenai :

  • Bahan dan komponen apa saja yang akan dipesan serta berapa banyak yang diperlukan.
  • Kapan waktu komponen tersebut akan dipesan.
  • Apakah komponen tersebut pemesanannya dipercepat, diperlambat atau dibatalkan.



Secara garis besar, out put MRP ini dibagi dalam tiga bagian, yaitu :

1. MRP Primary Report (Laporan Utama)
Primary Report atau yang biasa dikenal dengan MRP Report, nerupakan format laporan yang terdiri dari dua bentuk, yaitu format horizontal (dalam harian dan mingguan) dan format vertikal (dengan waktu dalam setiap harinya).

2. Action Report (Laporan Kegiatan)
Output ini biasa disebut dengan MRP Expection Report (laporan pengecualian), perencanaan MRP memfokuskan perhatian langsung terhadap kebutuhan item dan keputusan selama melakukan kegiatannya.

3. MRP Pegging Report (Laporan Penetapan MRP)
Output ini akan menyediakan sumber dari kebutuhan pada level tertinggi selanjutnya dalam Bill of material, seperti tiap pesanan perusahaan yang dikeluarkan dari item pada setiap kebutuhan kotor.

Dan yang terakhir adalah keuntungan dari MRP (Heizer,et.al., 1993) yaitu sebagai berikut :
  • Meningkatkan pelauyanan dan kepuasan pelanggan
  • Meningkatkan utilitas dari fasilitas dan tega kerja
  • Perencanaan persediaan dan penjadwalan menjadi lebih baik
  • Respon terhadap perubahan pasar semakin cepat
  • Mengurangi level persediaan tanpa mengurangi pelayanan pelanggan


MRP II (Manufacturing Resources Planning

MRP II (Manufacturing Resources Planning) merupakan sistem perencanaan dan pengendalian yang paling banyak diterapkan pada proses job shop dan flow shop (make to order dan small batch flow process). Juga diterapkan pada assemble to order dan make to stock.MRP II biasa juga dikenal dengan MRP & CRP, sebab manajemen material dan kapasitas merupakan inti dari MRP II. Sistem MRP II akan lebih cocok untuk merencanakan dan mengendalikan Job Shop Manufacturing dan memang telah terbukti lebih baik dibandingkan dengan sistem perencanaan dan pengendalian yang lain. Konsep-konsep seperti push system and complex scheduling dapat diterapkan dalam Job Shop Manufacturing.

MRP II merupakan suatu sistem informasi terintegrasi yang menyediakan data di antara berbagai aktivitas produksi dan area fungsional lainnya dari bisnis secara keseluruhan. Sistem MRP II merupakan sistem yang mengintegrasikan marketing, finansial, dan operasi. Ini merupakan semua aspek dari perusahaan manufaktur, daribussines planning pada level eksekutif sampai perencanaan dan pengendalian yang sangat detail pada level managerial seperti eksekusi lantai pabrik dan purchasing.

Aktivitas Perencanaan dalam MRP II
Modul-modul MRP II yang berperan dalam aktivitas perencanaan meliputi:

  • Business Forecasting

Business forecasting mengevaluasi faktor politis, ekonomi, demografi, teknologi dan kompetitif yang akan mempengaruhi permintaan produk perusahaan. Top manajemen merespon semua aktivitas ini.

  • Product & Sales Planning

Product & sales planning mengacu pada keputusan yang berhubungan dengan lini produk dan layanan pasar (meliputi target daerah demografi dan geografi). Hal ini sulit dilakukan pada jangka pendek, karena keputusan marketing sangat mempengaruhi pertumbuhan perusahaan.

  • Production Planning

Production Planning menggunakan hasil peramalan dan product & sales planning untuk membuat rencana produksi agregat. Dalam rencana produksi agregat, output dalam satuan agregat yang mungkin seperti ton, barel, yard, dollar, atau standard jam kerja. Misalnya produk mobil dengan mesin 6 silinder dan 4 silinder akan memerlukan mesin yang berbeda. Tetapi dalam rencana produksi agregat, maka keduanya harus diestimasi kebutuhan mesinnya dalam satuan yang sama. Rencana produksi agregat juga memutuskan tingkat pelayanan konsumen, target persediaan, tingkat produksi, ukuran kapasitas kerja, serta rencana overtime dan sub kontrak. Rencana produksi dibuat harus dengan mempertimbangkan keterbatasan kapasitas produksi.

  • Rencana Kebutuhan Sumber (Resources Requirement Planning)

Rencana jangka panjang merupakan masalah yang kompleks. Jenis produk, penjualan, dan rencana produksi seharusnya berkaitan dengan rencana kebutuhan sumber. Keputusan yang berhubungan dengan jenis produk penjualan dan tingkat output seharusnya konsisten dengan kapasitas fasilitas, perlengkapan, dan tenaga kerjanya.

  • Financial Planning

Produk, penjualan, dan rencana produksi membutuhkan sumber lain berupa keuangan. Operasi yang normal akan membutuhkan modal kerja sekaligus menghasilkan pendapatan dari penjualan. Kemampuan keuangan perusahaan harus diperhatikan untuk rencana jangka panjang.

  • Distribution Requirement Planning (DRP)

DRP merupakan kebutuhan dari pihak warehousing. Kebutuhan ini muncul karena adanya perbedaan antara permintaan konsumen dengan tingkat persediaan yang ada. DRP dibuat dengan harapan terdapat keterkaitan yang baik antara pihak warehousing denganmanufacturing dalam hal jumlah dan waktu pemenuhan order.

  • Demand Management

Fungsi demand manajemen adalah menentukan demand agregat. Penentuan ini merupakan refleksi dari hasil peramlan dan order konsumen yang diterima, order dari warehouse, order pabrik lain, promosi khusus, dan kebutuhan safety stock. Output dari demand management berupa jumlah demand per periode yang telah dikelompokkan dalam famili.

  • Master Production Schedule (MPS)

MPS adalah rencana berbasis waktu berupa jumlah yang akan diproduksi per item, yang mempertimbangkan demand dan kapasitas yang dimiliki. Biasanya dalam periode 1 sampai 18 bulan atau lebih, dalam jangka pendek dan atau menengah. Dalam jangka pendek, output dari MPS ini diperlukan dalam menentukan kebutuhan material.

  • Rough Cut Capacity Planning (RCCP)

RCCP meliputi hal-hal berikut:
1) Menentukan kapasitas kerja yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan
2) Mengevaluasi rencana produksi agregat dengan kapasitas yang layak
3) Menentukan vendor utama yang memenuhi kapasitas
Apabila kapasitas tidak mencukupi maka MPS harus direvisi sesuai dengan keterbatasan kapasitas.

  • Material Requirement Planning (MRP)

Material Requirement Planning (MRP) adalah Suatu prosedur logis berupa aturan keputusan dan teknik transaksi berbasis komputer yang dirancang untuk menterjemahkan jadwal induk produksi menjadi “kebutuhan bersih” untuk semua item(Baroto,2002). Sistem MRP dikembangkan untuk membantu perusahaan manufaktur mengatasi kebutuhan akan item-item dependent secara lebih baik dan efisien. Disamping itu, sistem MRP dirancang untuk membuat pesanan-pesanan produksi dan pembelian untuk mengatur aliran bahan baku dan persediaan dalam proses sehingga sesuai dengan jadwal produksi untuk produk akhir. Hal ini memungkinkan perusahaan memelihara tingkat minimum dari item-item yang kebutuhannya Dependent, tetapi tetap dapat menjamin terpenuhinya jadwal produksi untuk produk akhirnya. Sistem MRP juga dikenal sebagai perencanaan kebutuhan berdasarkan tahapan waktu (Time-phase requirements planning). Time phased MRP dimulai dengan mendaftar item pada MPS untuk:
1) Menentukan jumlah semua komponen dan material yang dibutuhkan untuk produksi

2) Menentukan waktu komponen dan material dibutuhkan.

Find Me On Instagram "@rio_masdha"